Thursday 28 June 2012

Sendiri (Khalwat)



Oleh Nasrullah

Sendiri bersama-Nya, beginilah hari-hari meraih kenikmatan dalam hal berhubungan dengan sang pencipta yakni Allah.SWT (Tiada Tuhan Selain Allah dan Nabi Muhammad utusan Allah). Diantaranya dengan banyak ingat (zikirullah) kepada Allah untuk membebaskan hati dari selain Allah. Sebagaimana Nabi Musa.AS yang ditugaskan menyepi (khalwat), sebagaimana disebutkan dalam kitab suci al-qur’an yang kita yakini dan percaya, “Dan ingatlah (ketika) kami menugaskan empat puluh hari untuk Musa (2:51), Begitupun Nabi Muhammad.SAW berkhalwat (Menyepikan diri) di dalam gua Hira sebelum turun-nya Al-Qur’an melalui malaikat Jibril AS, dimana terjadi komunikasi secara metafisika (secara gaib) antara Nabi Muhammad.SAW bersama Allah.SWT.

Khalwat (menyepikan diri) terhadap segala sesuatu dan memfokuskan diri terhadap Allah dan melepaskan segala sesuatu kecuali Allah.SWT, mengingat-nya baik ketika berbaring, duduk, berdiri dengan ingat Allah sebanyak-banyaknya baik dikala siang dan malam. Lidah selalu basah dengan lantunan zikir baik itu tasbih, hamdalah maupun tahlil, dan memutuskan diri dengan seluruh kemampuan yang dimiliki (red.tiada daya dan upaya melainkan atas pertolongan Allah) dengan berserah diri dan berusaha menjadi tempat persinggahan Allah.SWT semata. “Persinggahan Allah.SWT yang berarti bahwa segala bentuk amal kebaikan itu berasal dari Allah dan kembali kepada Allah, kita hanya tempat persinggahannya, karena Allah-lah jualah yang memberikan hidayah kepada kita untuk bisa ingat (zikir) pada Allah dan mendekat kepadanya melalui tingkatan Maqamat atau Hallikhwal”. Bersandar selalu kepada Allah seraya berharap selalu dalam curahan cahaya kasih sayang Allah melalui cahaya nabi Muhammad.SAW.
Syekh Abd al-Qadir berkata  :

Dalam gua Hira, dimana Nabi SAW. ber-khalwat, cahaya mamancar, fajar menyingsing, dan matahari terbit. Gemerlap pertama cahaya cahaya Islam telah menyambar. Tak pernah Nabi SAW meninggalkan khalwatnya, bahkan setelah meninggalkan Gua Hira. Sepanjang hidupnya beliau SAW meneruskan latihan khalwat (‘itikaf) nya terutama  selama sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan.
Ini memperagakan bahwa sepanjang hidupnya, Nabi SAW  meneruskan khalwatnya secara tetap. Tentu saja tugas maha berat menyampaikan Risalah Allah kepada ummat manusia dan membangun masyarakat beriman.
Nabi s.a.w. melalui khalwatnya dalam Gua Hira, diangkat kepada maqam di mana beliau s.a.w. menerima wahyu. Dalam khalwatnya buah pertamanya adalah mimpi yang benar, dan dari maqam ini beliau s.a.w. diangkat pada Malam Mi’raj, sampai beliau mencapai Hadhirat Ilahiah ke maqam “dua busur jaraknya atau lebih dekat.” (53:9)
Demikian juga, khalwat (menyepi) dalam Sunnah. Bukhari melaporkan bahwa Aisha r.a. mengatakan :
Nabi s.a.w. senang sekali berkhalwat (menyepikan dirinya). Beliau s.a.w. berkhalwat (menyepikan diri). Dalam Gua Hira.
Mengungkapkan kisah tentang Shahabat Gua (Kahfi), Allah bersabda dalam al Qur’an bahwa mereka diperintahkan :
Pergilah kalian ke Gua itu : Tuhanmu akan mengguyur mu dengan Rahmat Nya mengatur urusanmu menuju kemudahan. (18:16)
Inabah Suryalaya

Source : Suryalaya

Jakarta – Kalau disebutkan nama KH Ahmad Shohibulwafa Tajul Arifin, boleh jadi sedikit saja orang yang tahu siapa tokoh ini. Tapi kalau disebut nama Abah Anom, asosiasi pikiran langsung menuju Pondok Pesantren Inabah Suryalaya di Tasikmalaya, Jawa Barat.

Ini bukan pondok pesantren biasa, karena bisa dikatakan menjadi pondok pesantren perintis untuk menanggulangi ketergantungan obat menyandarkan diri pada nilai-nilai hakiki agama Islam.


Dia adalah Abah Anom, pendiri pondok pesantren itu, yang kini telah berpulang memenuhi panggilan Sang Khalik, di Tasikmalaya, pada pukul 11.55 WIB, Senin. Usianya saat meninggalkan pondok pesantren kesayangannya itu 96 tahun, usia sangat sepuh untuk ukuran masa kini.


Ribuan santri dan masyarakat di Tasikmalaya dan sekitarnya menunggui rumah sakit Tasikmalaya Medical Centre, tempat Abah Anom dirawat hingga saat terakhir dia. Abah memang sangat mengakar di sana; juga sangat disayangi karena dia sudah menjadi “abah” (bapak dalam bahasa Sunda) bagi siapa saja di sana.


Menurut informasi, Abah Anom akan dimakamkan di Tanjungkerta, Tasikmalaya, pada Selasa besok (6/9). Banyak sekali yang berduka dan terkesiap dengan kabar kehilangan ini. Wakil Presiden Boediono pun –jika tidak ada aral melintang– akan hadir pada pemakaman itu.


Tasawuf dan Pesantren Inabah Suryalaya


Abah Anom terlahir pada 1 Januari 1915 di Suryalaya, Tasikmalaya. Ia anak kelima dari Syekh Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad, atau Abah Sepuh, pendiri Pesantren Suryalaya. Sebuah pesantren tasawuf yang khusus mengajarkan Thariqat Qadiriyyah Naqsabandiyah (TQN).


Ia memasuki bangku sekolah dasar (Vervooleg school) di Ciamis, pada usia 8 tahun. Lima tahun kemudian melanjutkan ke madrasah tsanawiyah di kota yang sama. Usai tsanawiyah, barulah ia belajar ilmu agama Islam, secara lebih khusus di berbagai pesantren.


Kegemarannya menuntut ilmu, menyebabkan Abah Anom menguasai berbagai macam ilmu keislaman pada usia relatif muda (18 tahun). Didukung ketertarikannya pada dunia pesantren, telah mendorong ayahnya yang tokoh Thoriqot Qadiriyah Naqsabandiyah (TQN) untuk mengajarinya dzikir TQN. Sehingga ia menjadi wakil talqin ayahnya pada usia relatif muda.


Mungkin sejak itulah, ia lebih di kenal dengan sebutan Abah Anom. Ia resmi menjadi mursyid (pembimbing) TQN di Pesantren tasawuf itu sejak tahun 1950. Sebuah masa yang rawan dengan berbagai kekerasan bersenjata antar berbagai kelompok yang ada di masyarakat, terutama antara DI/TII melawan TNI.
“Tasawuf tidak hanya produk asli Islam, tapi ia telah berhasil mengembalikan umat Islam kepada keaslian agamanya pada kurun-kurun tertentu,” katanya, tentang eksistensi tasawuf dalam ajaran Islam.


Tasawuf yang dipahami Abah Anom, bukanlah kebanyakan tasawuf yang cenderung mengabaikan syari’ah karena mengutamakan dhauq (rasa). Menurutnya, sufi dan pengamal tarekat tidak boleh meninggalkan ilmu syari’ah atau ilmu fiqih. Bahkan, menurutnya lagi, ilmu syari’ah adalah jalan menuju ma’rifat.


Pada tahun 50-60-an kondisi perekonomian rakyat amat mengkhawatirkan. Abah Anom turun sebagai pelopor pemberdayaan ekonomi umat. Ia aktif membangun irigasi untuk mengatur pertanian, juga pembangunan kincir angin untuk pembangkit tenaga listrik.


Medan pertempuran bukanlah wilayah asing bagi Abah Anom. Pada masa-masa perang kemerdekaan, bersama Brigadir Jenderal Akil bahu-membahu memulihkan keamanan dan ketertiban di wilayahnya. Ketika pemberontakan PKI meletus (1965), ia bersama para santrinya melakukan perlawanan bersenjata.


Bahkan tidak hanya sampai di situ, Abah Anom membuat program “rehabilitasi rohani” bagi para mantan PKI. Tak heran, jika Abah mendapat berbagai penghargaan dari Jawatan Rohani Islam Kodam VI Siliwangi, Gubernur Jawa Barat dan instansi lainnya.


Medan pendidikan juga tak luput dari ruang aktivitasnya. Mulai dari pendirian Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah ‘Aliyah pada tahun 1977, sampai pendirian Institut Agama Islam Latifah Mubarokiyah pada tahun 1986.


Inabah


Mengentaskan manusia dari limbah kenistaan bukanlah perkara mudah. Abah Anom memiliki landasan teoritis yang kuat untuk merumuskan metode penyembuhan ruhani, semuanya ada dalam nama pesantren itu sendiri yaitu, Inabah.


Abah Anom menjadikan Inabah tidak hanya sekedar nama bagi pesantrennya, tapi lebih dari itu, ia adalah landasan teoritis untuk membebaskan pasien dari gangguan kejiwaan karena ketergantungan terhadap obat-obat terlarang.
Dalam kacamata tasawuf, ia adalah nama sebuah peringkat rohani (maqam), yang harus dilalui seorang sufi dalam perjalanan ruhani menuju Allah swt.


“..Salah satu hasil dari muraqabatullah adalah al-inabah yang maknanya kembali dari maksiat menuju kepada ketaatan kepada Allah karena merasa malu ‘melihat’ Allah,” jelas Abah yang merujuk pada kitab Taharat Al-Qulub.
Dalam teori inabah, untuk menancapkan iman dalam qalbu, tak ada cara lain kecuali dengan dzikir laa ilaha ilallah, cara ini di kalangan TQN disebut talqin.
Demikian juga dalam mesikapi mereka yang dirawat di pesantren Inabah. Mereka harus diberikan ‘pedang’ untuk menghalau musuh-musuh di dalam hati mereka, pedang itu adalah dzikrullah.


Orang-orang yang dirawat di Inabah diperlakukan seperti orang yang terkena penyakit hati, yang terjebak dalam kesulitan, kebingungan dan kesedihan.
Mereka telah dilalaikan dan disesatkan setan sehingga tak mampu lagi berdzikir pada-Nya. Ibarat orang yang tak memiliki senjata lagi menghadapi musuh-musuhnya. Walhasil, obat untuk mereka adalah dzikir.


Shalat adalah salah satu bentuk dzikir. Menurut pandangan Abah Anom, para pasien itu belum dapat shalat karena masih dalam keadaan mabuk (sukara), karena itu langkah awalnya adalah menyadarkan mereka dari keadaan mabuk dengan mandi junub. Apalagi sifat pemabuk adalah ghadab (pemarah), yang merupakan perbuatan syaithan yang terbuat dari api. Obatnya tiada lain kecuali air.


Jadi, selain dzikir dan shalat, untuk menyembuhkan para pasien itu digunakan metode wudlu dan mandi junub. Perpaduan kedua metode itu sampai kini tetap digunakan Abah Anom untuk mengobati para pasiennya dari yang paling ringan sampai yang paling berat, dan cukup berhasil.


Buktinya, cabang Inabah tak hanya di Indonesia, di Singapura langsung berdiri sebuah cabang serta Malaysia dua buah cabang. Belum lagi tamu-tamu yang mengalir dari berbagai benua seperti Afrika, Eropa dan Amerika. (*)

No comments:

Post a Comment

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | cheap international calls