Tasyahud Awal beserta dengan duduknya,
disunatkan. Pendapat ini disetujui Abu Hanifah dan Malik. Kata Ahmad: Wajib.
Pendapat Ahmad ini dikuatkan oleh Asy Syaukanny dalam Nailul Authar.
Disukai duduk iftirasy untuk
tasyahud pertama dan duduk tawarruk untuk tasyahhud kedua. Menurut pendapat Abu
Hanifah, dalam kedua-dua duduk itu disukai duduk iftirasy. Kata Malik:Dalam
kedua duduk itu disukai duduk tawarruk.
Boleh dibaca untuk tasyahhud
salah satu dari lafadh yang telah diriwayatkan dari tiga jalan. Yaitu: dari
jalan Abdullah ibn ‘Umar ibn Khathab, dari jalan ‘Abdullah ibn Mas’ud dan dari
jalan Abdullah ibn Abbas. Imam Asy Syafie dan Ahmad memilih tasyahuud Ibnu ‘Abbas;
Abu Hanifah memilih tasyahhud Ibnu Mas’ud:Malik memilih tasyahhud Ibn Umar.
Tasyahhud Ibn Abbas adalah:
Attahiyatul Mubarakatush Shalawatuth Thaibatu lillahi. Assalamu alaika ayyuhan
nabiyyu warahmatullahi wabarakatuh. Assalamualaina wa ala ibadillahish
shallihin. Asyhadu anla illaha
illaallah, wa asyhadu anna Muhammadan abduhu warasuluh”. (Buchary Muslim).
Tasyahhud ibn Umar adalah:
Attahiyatullillah azzakiyatu lillahi athayibatu, ashshalawatu lillah. Assalamu ‘alaina
wa’alla ‘ibadillahish shalihin. Asyhadu an la illaha illallah, wa asyhadu anna
muhammadan abduhu warasuluh”. (Malik dan AlBaihaqy)
Membaca shalawat kepada
Rasulullah.SAW setelah membaca dua kalimat syahadat di tasyahhud akhir, fardhu.
Menurut Abu Hanifah dan Malik,
sunnat. Menurut Ahmad dalam satu riwayat, batal sembahyang bila ditinggalkan.
Salam disyariatkan, dan satu
rukun dari rukun sembahyang. Begini juga pendapat Malik dan Ahmad. Kata Abu
Hanifah: Tidak.
Salam yang disyariatkan dua kali,
sekali ke kanan sekali kekiri. Menurut Malik sekali saja. Abu Hanifah dan Ahmad
sependapat dengan Asy-Syafie.
Salam yang pertama itu diwajibkan
atas imam dan ma’mum dan munfarid. Menurut Malik difardhukan atas imam dan
munfarid saja. Kata Abu Hanifah;Tidak difardhukan.
Salam yang kedua, sunnat.
Pendapat ini disetujui Abu Hanifah dan Ahmad dalam suatu riwayat.Dalam riwayat yang
kedua, wajib juga. Kata Malik:Tidak disukai salam yang kedua bagi imam dan
munfarid. Mengenai Ma’mum disukai salam tiga kali. Sekali kekanan sekali kekiri
dan sekali kemuka untuk menjawab salam imam.
Perihal salam ini di padang mashyar
beragam kelompok manusia di muka bumi mencari tempat bernaung di sisi Allah.SWT.
Dimana seseorang yang amal kebaikannya selama di dunia kerap melaksanakan
sembahyang dan salam tentunya bakal disambut miliaran bahkan sampai triliunan
para Malaikat Allah yang akan membantunya kelak. Demikian sebaliknya seseorang
yang amal perbuatannya buruk selama di dunia, bakal dijegal makhluk yang
dicipatakan Allah untuk mengazab mereka sesuai dengan perbuatannya.
Niat keluar dari sembahyang,
tidak wajib.
Malik dan Ahmad mewajibkan.
Ashhab Abu Hanifah berselisihan pendapat niat keluar dari sembahyang, fardhu
atau tidak. Dari Abu Hanifah sendiri tidak didapati keterangan tegas.
Orang yang bersembahyang sendiri berniat dengan
salam ke kanan memberi salam kepada orang yang sebelah kanan, dengan salam ke
kiri memberi salam kepada orang yang sebelah kiri. Imam berniat dengan salam
pertama keluar dari sembahyang dan memberi salam kepada ma’mun, sedang ma’mum berniat menjawab salam imam.
Menurut Ahmad, dia berniat keluar
dari sembahyang. Kata Abu Hanifah: berniat untuk salam kepada malaikat hafadhah
dan orang-orang yang sebelah kanan dan sebelah kirinya. Kata Malik: Imam dan
mumfarid berniat tahal-lul dari sembahyang, sedang ma’mum berniat tahal-lul,
dan dengan salam yang kedua menjawab salam imam.
Alhamdulillah (Segala Puji bagi
Allah Tuhan Seru Sekalian Alam Semesta), Yaa Allah benatangilah maghfirahMu
kepada diri kami dan bimbinglah kami selalu dengan hidayah dan inayahMu untuk
tetap istiqomah meningkatkan keimanan dan ketakwaan terhadapMu. Yaa Allah
anugerahilah Kami ilmu yang berguna dan bermanfaat di dunia dan akhirat. Tolonglah
kami selalu Ya Arif Ya AlimulGhaibi wa Syahadah yang Kami cinta kasih dan
sayang karena Allah.
No comments:
Post a Comment