Tuesday 27 September 2011

Cinta Orang Tua Karena Allah

Banyak jalan menuju Roma, demikian pepatah mengatakan. Terdapat banyak cara bagi seorang hamba untuk mendapatkan keridhoan Allah.SWT. Diantaranya adalah Birrul Waalidain. Banyak hamba-hamba pilihan Allah Ta’ala yang memperoleh kebahagiaan dan kesenangan dari Allah.SWT berupa kebaikannya terhadap kedua orang tua. Menjaga hak keduanya dan memperhatikan apapun untuk menyenangkan keduanya. Taat pada perintah mereka, selagi tidak bertentangan dengan agama atau syariat.

Satu contoh yang sangat jelas adalah Uwais Al Qarani. Seorang Tabi’i. yang mulia lagi agung. Mencapai maqam yang tinggi karena dia berbakti kepada ibunya yang sudah tua. Dan Rasulullah SAWsendiri telah memproklamirkan kemuliaannya di hadapan para sahabat. Uwais Al Qarani sebenarnya hidup satu zaman dengan Rasulullah SAW, tetapi dia tinggal di Qaran, Yaman. Setiap kali hendak berangkat ke Madinah untuk berjumpa Nabi SAW, ibunya melarang karena dia akan kesepian dan sendiri tanpa Uwais di sampingnya. Akhirnya Uwais mengurungkan niatnya. Begitulah berkali-kali dia tidak diizinkan meninggalkan sang ibu. Sampai akhirnya Nabi Muhammad SAW meninggalkan umat. Diapun tidak sempat bertemu dengan Rasulullah, maka dia bukan sahabat tapi seorang Tabi’i.

Dalam Al Quran al Karim Allah SWT berfirman (yang artinya):

“Dan sembahlah Allah dan jangan pula
kalian menyekutukan-Nya dengan sesuatu, dan kepada kedua orang tua berbuatlah
baik”. (QS. An Nisaa’ 36)
Ayat diatas sudah jelas menunjukkan
betapa Allah Ta’ala mewajibkan kepada kita agar selalu menjaga hak-hak kedua
orang tua. Pada ayat ini Allah menggandeng antara perintah untuk beribadah
kepada Allah semata dengan perintah berbakti kepada orang tua. Tentu hal ini
adalah besar arti dan maksud yang terkandung didalamnya.
Berbakti kepada orang tua yang
dimaksud adalah mencakup banyak hal. Membantu keduanya dalam pekerjaannya,
membuat mereka selalu senang dan berseri dengan keberadaan kita, menjaga harga
diri mereka, menutupi aib keduanya dan mendoakan keduanya, ini semua adalah
termasuk kategori berbakti kepada orang tua (Birrul Waalidain).
Sebaliknya, Allah mengancam dan
memberikan peringatan keras dalam Al Quran maupun melalui lisan Rasulullah SAW
terhadap orang-orang yang durhaka pada keduanya dan menyedihkan (menyusahkan)
mereka.

Bukankah kita sering mendengar firman
Allah Ta’ala yang melarang kita mengatakan “Uff/ Ah” kepada orang tua. Lalu
bagaimana dengan menghardik atau memukul mereka yang akhir-akhir ini banyak
dilakukan oleh anak-anak yang tidak beradab dan tidak punya akhlak mulia.
Bukankah kita sadar dan ingat
bagaimana keduanya menjaga kita ketika kita masih kecil, mereka mengorbankan
harta, kekuatan dan diri mereka demi kita, bahkan ketika kita beranjak dewasa,
mereka pula yang sibuk untuk mendidik dan mengajarkan apa-apa yang bermanfaat
untuk kebahagiaan kita. Allah SWT menyifati kasih sayang seorang ibu yang tanpa
pamrih itu pada firman-Nya (yang artinya):
“Dan telah Kami wasiatkan kepada
manusia (agar dia berbakti) pada kedua orang tuanya, ibunya telah mengandungnya
dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun,
bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu, hanya kepada-Kulah
kembalimu”. (QS. Luqman 14)
Lihatlah, bahwa ibu telah mengandung
anaknya dengan susah payah dan lemah. Belum lagi rasa sakit yang dideritanya.
Dua tahun lamanya dia menyusui anaknya lalu setelah itu disapihnya. Maka di
akhir ayat ini Allah memerintahkan agar kita bersyukur kepada Allah, karena Dia
telah menggerakkan hati si ibu agar rahmat atau kasihan pada anaknya. Dan yang
kedua adalah bersyukur atau berterima kasih kepada kedua orang tua yang telah
mengasuh anaknya.
Nah, kita sudah tahu bahwa cara untuk
bersyukur kepada orang tua adalah berbakti kepadanya. Berusaha untuk membuat
keduanya selalu tersenyum dan bahagia. Suatu ketika datang seorang sahabat
kepada Rasulullah SAW untuk meminta izin ikut jihad di jalan Allah.
Rasulullah SAW bertanya: “Bagaimana
keadaan orang tuamu ketika kamu keluar untuk berjihad?”, dia menjawab: “Ibu
saya menangis wahai Rasulullah”.
Mendengar jawaban ini beliau SAW
memerintahkan anak tersebut untuk kembali kerumahnya sembari bersabda:
“Kembalilah kepada ibumu, berjihadlah dengan cara berbakti kepadanya, buat dia
tertawa atau tersenyum sebagaimana kamu telah membuatnya menangis !”.
Dalam riwayat Abu Dawud dari Abu Sa’id
Al Khudri disebutkan, ada seorang pemuda dari Yaman datang kepada Rasulullah
untuk ikut berjihad. Rasulullah SAW bersabda: “Apakah kamu punya keluarga di
Yaman?”, dia menjawab, “kedua orang tuaku”, beliau saw bersabda: “Apakah mereka
berdua telah mengizinkan engkau?”, dia menjawab, “Tidak”, sabda beliau
selanjutnya, “Pulanglah kepada mereka berdua, mintalah izin, jika mereka
mengizinkan berangkatlah berjihad, jika tidak maka cukuplah kamu berbakti
kepada keduanya”.
Inilah tarbiyah atau pendidikan yang
diajarkan oleh Rasulullah SAW, setiap anak harus dapat menyenangkan kedua
orangtuanya. Karena dengan berbakti kepada keduanya, maka ridho Allah akan
datang kepadanya, sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah SAW (yang artinya):
“Ridho Allah terletak pada keridhoan kedua
orang tua dan murka Allah terletak pada kemurkaan kedua orang tua” (HR. At
Tirmidzi)
Ketika kita berbakti kepada orang tua
maka pada saat yang sama Allah memandang kita dengan pandangan Rahmat dan
keridhoan-Nya. Artinya bahwa jika Allah telah ridho kepada kita maka surga
menjadi tempat kembali kita. Bukankah pernah diterangkan bahwa “Surga berada di
bawah telapak kaki ibu”.
Suatu ketika datang seorang anak
kepada Rasulullah bertanya tentang apa yang harus dia lakukan untuk orang
tuanya. Beliau SAW menjawab dengan jawaban yang singkat, sabdanya: “Orang tuamu
adalah surgamu atau nerakamu”.
Maksudnya adalah, jika kamu berbakti
dan berbuat baik kepadanya, maka dengan sebab itu kamu masuk ke dalam surga,
tapi sebaliknya jika kamu mendurhakai keduanya atau menyusahkannya maka
lantaran perbuatanmu itu kamu akan masuk neraka.
Abdullah bin Mas’ud RA bertanya kepada
Rasulullah SAW: “Amal apakah yang paling Allah cintai?”, beliau saw menjawab:
“Sholat pada awal waktunya”, Abdullah bertanya, “Kemudian apa lagi?”, beliau
saw menjawab, “Birrul Waalidain (berbakti kepada kedua orang tua)”, dia
bertanya lagi, “kemudian apa?”, beliau saw menjawab: “Jihad di jalan Allah”.
(HR. Bukhori dan Muslim)
Jelaslah buat kita betapa penting
berbakti kepada orang tua. Bahkan Allah SWT memberikan kesempatan atau jalan
kepada anak yang ditinggal mati oleh orang tuanya, untuk dapat berbakti kepada
keduanya sekalipun mereka sudah menjadi ahli kubur. Bagaimana caranya?.
Diriwayatkan bahwa seorang sahabat
dari Bani Salamah bertanya kepada Rasulullah SAW, “Ya Rasulullah, apakah ada
kesempatan untuk aku berbakti kepada ayah bundaku, setelah mereka meninggal
dunia?”, Beliau saw menjawab, “Ya, kamu mendoakan keduanya, memintakan ampun
untuk keduanya, menjalankan janji keduanya, menyambung tali kekeluargaan yang
tidak terhubung kecuali dengan keduanya dan memuliakan (menghormati) kawan
keduanya” (HR. Ahmad, Abu Dawud dan Ibnu Majah dari Malik bin Rabi’ah As
Saa’idi).
Banyak hadits yang menjelaskan
fadhilah (keutamaan) Birrul Waalidain. Diantaranya adalah hadits yang
diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hambal dari Anas bin Malik, Rasulullah SAW
bersabda (yang artinya):
“Barang siapa ingin dipanjangkan
umurnya (diberi keberkahan) dan diluaskan rezekinya, maka muliakan kedua orang
tuanya (berbakti kepadanya) dan sambunglah kekerabatan (silaturrahmi)”.
Dalam riwayat yang lain disebutkan,
Rasulullah SAW bersabda (yang artinya):
“Berbaktilah pada orang tua kalian,
niscaya kelak anak-anak kalian akan berbakti kepada kalian, bersikaplah ‘iffah
(menjaga kehormatan diri), maka isteri-isteri kalian pun akan bersikap ‘Iffah”
(HR. Ath Thabarani dari Abdullah bin Umar RA).
Banyak sekali tauladan untuk kita,
bagaimana berbaktinya para pendahulu (salafush Sholeh) kepada orang tuanya
sehingga mereka diangkat kedudukannya oleh Allah SWT. Diriwayatkan bahwa Imam
Ali Zainal Abidin adalah anak yang sangat berbakti kepada ibunya, tetapi beliau
tidak pernah terlihat makan bersama ibunya itu. Ketika ditanya alasannya,
beliau menjawab:
“Aku khawatir tanganku kedahuluan
untuk mengambil makanan yang terhidangkan, sedangkan mata ibuku lebih dahulu
memandang makanan itu (dan berhasrat untuk memakannya), maka jika itu terjadi,
aku telah durhaka kepadanya”.
Hak yang harus dilaksanakan oleh anak terhadap ibu dan ayah ada sepuluh iaitu:
• Jika orang tua berhajat kepada makan harus diberi makan
• Jika berhajat pada pakaian harus diberi pakaian. Rasulullah s.a.w. ketika menerangkan ayat (Yang berbunyi): "Wa sha hib huma fiddunnya ma'rufa. (Yang bermaksud): "Bantulah kedua orang tua didunia dengan baik, yakni supaya diberi makan jika lapar dan pakaian jika tidak berpakaian.
• Jika berhajat bantuan harus dibantu
• Menyambut panggilannya
• Mentaati semua perintahnya asalakn tidak menyuruh berbuat maksiat dan ghibah (Kasari orang)
• Jika berbicara kepada keduanya harus lunak, lemah lembut dan sopan
• Tidak boleh memanggil nama kecilnya (Jambal/ gelaran)
• Jika berjalan harus dibelakangnya
• Suka untuk orang tuanya apa yang ia suka bagi dirinya sendiri, dan membenci bagi keduanya apa yang tidak suka bagi dirinya sendiri
• Mendoakan keduanya supaya mendapat pengampunan Allah s.w.t. dan rahmatNya Sebagaimana doa Nabi Nuh a.s. dan Nabi Ibrahim a.s. (Yang berbunyi): "Robbigh fir li waliwalidayya robbanagh fir li waliwalidayya wa lil muminin wal mu'minati yauma yaqumul hisab. (Yang bermaksud): "Ya Tuhan kami, ampunkan kami dan kedua ibu bapa kami dan semua kaum muslimin pada hari perhintungan hisab/hari kiamat.
Seorang sahabat berkata: "Tidak suka mendoakan kedua orang tua itu mungkin menyebabkan kesulitan penghidupan anak." "Dan apakah mungkin memuaskan orang tua yang telah mati?" beliau ditanya. Jawabnya: " Ya, dengan tiga macam iaitu:
• Dia sendiri menjadi orang soleh sebab menyenangkan kedua orang tuanya
• Menghubungi keluarga dan sahabat-sahabat kedua orang tuanya
• Membaca istighfar dan mendoakan serta bersedekah untuk kedua orang tuanya itu.
Al-Ala' bin Abdirrahman dari ayahnya dari Abuhurairah r.a. berkata Nabi Muhammad s.a.w. bersabda: " Jika mati anak Adam putus (terhenti) semua amal perbuatan (kegiatannya), kecuali tiga macam iaitu:
• Sedekah jariah yang berjalan terus (wakaf-wakarnya)
• Ilmu yang berguna (yang diajarkan sehingga orang-orang melakukan ajarannya)
• Anak yang soleh yang selalu mendoakan pengampunan untuknya

Nabi Muhammad s.a.w. bersabda: " Jangan memutus hubungan pada orang yang dahulu kawan baik pada orang tuamu, nescaya akan padam nur cahayamu." Seorang dari suku Bani Saliman datang kepada Rasulullah s.a.w. dan bertanya: "Kedua orang tuaku telah mati, apakah ada jalan untuk berbakti pada keduanya sesudah mati itu?" Jawab Nabi muhammad s.a.w.: "Ya, membaca istighfar untuk keduanya dan melaksanakan wasiat keduanya dan menghormati sahabat-sahabat keduanya dan menghubungi keluarga dari keduanya."

iLLahi Anta Maksudi Waridhoka Matlubi Atini Mahabahtaka Wamarifataka


    Tobat Yaa Allah, bentangilah diri kami akan kasih dan sayangMu terhadap diri kami disini. Ampunilah kami Yaa Allah dengan anugerah maghfirah berupa pengampunan dari Allah untuk kami yang berdosa dan jahil ini. Sesungguhnya engkau Allah yang maha pengampun lagi maha penerima tobat serta maha mengetahui dan maha mengasihi serta maha menyayangi.
Alhamdulillah segala puji bagiMu Yaa Allah Tuhan yang maha pencipta langit dan bumi serta alam semesta. Alhamdulillah terima kasih Yaa Allah atas bentangan hallikhwal berupa cinta yang kami niatkan semata-mata karena Allah Tiada Tuhan Selain Allah dan Nabi Muhammad.SAW utusan Allah.
Yaa Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang, Kami meminta pertolongan kepadaMu dan tolonglah kami Yaa Allah. Karena kejahilan kami, kami tak bisa berbuat apa apa lagi karena tiada daya dan upaya kami melainkan atas pertolongan Allah. Yaa Allah kami menyerah kepadaMu, dan hanya kepadaMu  kami memohon pertolongan dan perlindungan. Yaa Allah, Engkau Maha kasih dan sayang dan maha mengetahui segala yang ada di langit dan di bumi. Dan Engkau pula yang maha Arif bijaksana dan Adil, Yaa Allah kami meminta pertolongan kepadaMu dan selalu bergantung serta bersandar kepadaMu, kami menyerah dan berserah diri dengan segala bentuk hukum-Mu dan Ilmu dalam Rabbaniyatul Ilm. Yaa Allah tutupkanlah aib kami, dan hanya kepadaMu kami memohon pertolongan. Yaa Allah, jika ini petunjuk dan hidayah yang kau beri kepada kami maka aku berserah diri sepenuhnya kepadaMu dimana kami cinta kasih dan sayang karena Allah Tuhan Maha Pencipta. Kami cinta orang tua kami karena Allah, cinta sayang dan kasih anak istri karena Allah, cinta sayang dan kasih saudara karena Allah, dan cinta kasih dan sayang pimpinan kami karena Allah. Yaa Allah kami berserah kepadaMu dengan melaksanakan segala sesuatunya karena Allah, dengan menyerahkan segenap jiwa raga kami kepada Allah. Tolonglah kami Yaa Allah yang Maha Arif Bijaksana lagi Maha Mengetahui. Ampunilah kami atas kejahilan dan kekhilafan kami, kelalaian kami. Dan berilah kami petunjuk dan jalan yang lurus menuju Maghfirah Ampunan dan keridhoanMU Allah Tuhan Yang Maha Kasih dan Penyayang.
Yaa Allah, jika dulu kekhilafan karena sikap jahil kami, maka beri petunjuklah kami dengan pengetahuan yang bermanfaat di dunia dan akhirat. Ampunilah kami karena kejahilan kami, karena itulah kami menuntut ilmu dengan niat karena Allah. Dan melaksanakan kebaikan yang engkau beri karena Allah dengan berharap diri menjadi tempat persinggahan Allah. Maka Ampunilah kami Yaa Allah, Ampunilah kami Yaa Allah, dan Ampunilah kami Yaa Allah. Yaa Allah akhirilah hidup kami ini dengan kebaikan Khusnul khatimah, dan Maafkanlah kami. Kami menyesal Yaa Allah karena sedikit pengetahuan kami.
Yaa Allah, berilah kami kesempatan lagi untuk menghabiskan sisa hidup dan waktu dengan menyerahkan segenap seluruh jiwa raga kepadaMu. Maka Ampunilah kami Yaa Allah dan bimbinglah kami Yaa Arif Alimul’Ghaib .


Sunday 4 September 2011

MENGGAPAI RIDHA ALLAH DENGAN BERBAKTI KEPADA ORANG TUA

Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas

Seorang anak, meskipun telah berkeluarga, tetap wajib berbakti kepada kedua orang tuanya. Kewajiban ini tidaklah gugur bila seseorang telah berkeluarga. Namun sangat disayangkan, betapa banyak orang yang sudah berkeluarga lalu mereka meninggalkan kewajiban ini. Mengingat pentingnya masalah berbakti kepada kedua orang tua, maka masalah ini perlu dikaji secara khusus.

Jalan yang haq dalam menggapai ridha Allah ‘Azza wa Jalla melalui orang tua adalah birrul walidain. Birrul walidain (berbakti kepada kedua orang tua) merupakan salah satu masalah penting dalam Islam. Di dalam Al-Qur’an, setelah memerintahkan manusia untuk bertauhid, Allah ‘Azza wa Jalla memerintahkan untuk berbakti kepada orang tuanya.

Seperti tersurat dalam surat al-Israa' ayat 23-24, Allah Ta’ala berfirman:

“Artinya : Dan Rabb-mu telah memerintahkan agar kamu jangan beribadah melainkan hanya kepada-Nya dan hendaklah berbuat baik kepada ibu-bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik. Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, ‘Ya Rabb-ku, sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil.’” [Al-Israa' : 23-24]

Perintah birrul walidain juga tercantum dalam surat an-Nisaa' ayat 36:

“Artinya : Dan beribadahlah kepada Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat, tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabil [1], dan hamba sahaya yang kamu miliki. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri.” [An-Nisaa' : 36]

Dalam surat al-‘Ankabuut ayat 8, tercantum larangan mematuhi orang tua yang kafir jika mereka mengajak kepada kekafiran:

“Artinya : Dan Kami wajibkan kepada manusia agar (berbuat) kebaikan kepada kedua orang tuanya. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang engkau tidak mempunyai ilmu tentang itu, maka janganlah engkau patuhi keduanya. Hanya kepada-Ku tempat kembalimu, dan akan Aku beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” [Al-‘Ankabuut (29): 8] Lihat juga surat Luqman ayat 14-15.

ANJURAN BERBUAT KEPADA KEDUA ORANG TUA BAIK DAN LARANGAN DURHAKA KEPADA KEDUANYA
Yang dimaksud ihsan dalam pembahasan ini adalah berbakti kepada kedua orang tua, yaitu menyampaikan setiap kebaikan kepada keduanya semampu kita dan bila memungkinkan mencegah gangguan kepada keduanya. Menurut Ibnu ‘Athiyah, kita juga wajib mentaati keduanya dalam hal-hal yang mubah (yang diperbolehkan syari’at), dan harus mengikuti apa-apa yang diperintahkan keduanya dan menjauhi apa-apa yang dilarang (selama tidak melanggar batasan-batasan Allah ‘Azza wa Jalla).

Sedangkan 'uququl walidain adalah gangguan yang ditimbulkan seorang anak terhadap keduanya, baik berupa perkataan maupun perbuatan. Contoh gangguan berupa perkataan, yaitu mengucapkan “ah” atau “cis”, berkata dengan kalimat yang keras atau menyakitkan hati, menggertak, mencaci maki dan lain-lain. Sedangkan yang berupa perbuatan adalah berlaku kasar, seperti memukul dengan tangan atau kaki bila orang tua menginginkan sesuatu atau menyuruh untuk memenuhi keinginannya, membenci, tidak mempedulikan, tidak bersilaturrahim, atau tidak memberi nafkah kepada kedua orang tuanya yang miskin.

KEUTAMAAN BERBAKTI KEPADA ORANG TUA DAN PAHALANYA
[1]. Merupakan Amal Yang Paling Utama
‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallaahu ‘anhu berkata.

“Artinya : Aku bertanya kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, ‘Amal apakah yang paling utama?’ Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Shalat pada waktunya (dalam riwayat lain disebutkan shalat di awal waktunya).’ Aku bertanya lagi, ‘Kemudian apa?’ Nabi menjawab: ‘Berbakti kepada kedua orang tua.’ Aku bertanya lagi: ‘Kemudian apa?’ Nabi menjawab, ‘Jihad di jalan Allah’ [2]

[2]. Ridha Allah Bergantung Kepada Ridha Orang Tua
Sesuai hadits Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, disebutkan:

“Artinya : Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash radhiyallaahu ‘anhuma, bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Ridha Allah bergantung kepada keridhaan orang tua dan murka Allah bergantung kepada kemurkaan orang tua” [3]

[3]. Berbakti Kepada Orang Tua Dapat Menghilangkan Kesulitan Yang Sedang Dialami
Yaitu, dengan cara bertawassul dengan amal shalih tersebut. Dalilnya adalah hadits riwayat dari Ibnu ‘Umar radhiyallaahu ‘anhuma mengenai kisah tiga orang yang terjebak dalam gua, dan salah seorangnya bertawassul dengan bakti kepada ibu bapaknya.
Haditsnya sebagai berikut:

“Artinya : ...Pada suatu hari tiga orang dari ummat sebelum kalian sedang berjalan, lalu kehujanan. Mereka berteduh pada sebuah gua di kaki sebuah gunung. Ketika mereka berada di dalamnya, tiba-tiba sebuah batu besar runtuh dan menutupi mulut gua. Sebagian mereka berkata kepada yang lain: ‘Ingatlah amal terbaik yang pernah kamu lakukan.’ Kemudian mereka memohon kepada Allah dan bertawassul melalui amal tersebut, dengan harapan agar Allah menghilangkan kesulitan tersebut. Salah satu di antara mereka berkata: ‘Ya Allah, sesung-guhnya aku mempunyai kedua orang tua yang sudah lanjut usia sedangkan aku mempunyai isteri dan anak-anak yang masih kecil. Aku menggembala kambing, ketika pulang ke rumah aku selalu memerah susu dan memberikan kepada kedua orang tuaku sebelum orang lain. Suatu hari aku harus berjalan jauh untuk mencari kayu bakar dan mencari nafkah sehingga pulang sudah larut malam dan aku dapati orang tuaku sudah tertidur, lalu aku tetap memerah susu sebagaimana sebelumnya. Susu tersebut tetap aku pegang lalu aku mendatangi keduanya namun keduanya masih tertidur pulas. Anak-anakku merengek-rengek menangis untuk meminta susu ini dan aku tidak memberikannya. Aku tidak akan memberikan kepada siapa pun sebelum susu yang aku perah ini kuberikan kepada kedua orang tuaku. Kemudian aku tunggu sampai keduanya bangun. Pagi hari ketika orang tuaku bangun, aku berikan susu ini kepada keduanya. Setelah keduanya minum lalu kuberikan kepada anak-anakku. Ya Allah, seandainya perbuatan ini adalah perbuatan yang baik karena mengharap wajah-Mu, maka bukakanlah mulut gua ini.’ Maka batu yang menutupi pintu gua itu pun bergeser sedikit..”[4]

[4]. Akan Diluaskan Rizki Dan Dipanjangkan Umur
Sesuai sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam

“Artinya : Barangsiapa yang ingin diluaskan rizkinya dan di-panjangkan umurnya, maka hendaklah ia menyam-bung silaturrahimnya.” [5]

Dalam silaturahmi, yang harus didahulukan adalah silaturahmi kepada orang tua sebelum kepada yang lain. Banyak di antara saudara-saudara kita yang sering berkunjung kepada teman-temannya, tetapi kepada orang tuanya sendiri jarang, bahkan tidak pernah. Padahal ketika masih kecil, dia selalu bersama orang tuanya. Sesulit apa pun harus tetap diusahakan untuk bersilaturahmi kepada kedua orang tua, karena dekat kepada keduanya -insya Allah- akan dimudahkan rizki dan dipanjangkan umurnya.

[5]. Akan Dimasukkan Ke Surga Ooleh Allah ‘Azza wa Jalla
Berbuat baik kepada orang tua dan taat kepada keduanya dalam kebaikan merupakan jalan menuju Surga. Sedangkan durhaka kepada orang tua akan mengakibatkan seorang anak tidak masuk Surga. Dan di antara dosa-dosa yang Allah ‘Azza wa Jalla segerakan adzabnya di dunia adalah berbuat zhalim dan durhaka kepada orang tua. Dengan demikian, jika seorang anak berbuat baik kepada orang tuanya, Allah akan meng-hindarkannya dari berbagai malapetaka, dengan izin Allah ‘Azza wa Jalla dan akan dimasukkan ke Surga.

BENTUK-BENTUK DURHAKA KEPADA KEDUA ORANG TUA
[1]. Menimbulkan gangguan terhadap orang tua, baik berupa perkataan atau pun perbuatan yang mem-buat orang tua sedih atau sakit hati.
[2]. Berkata “ah” atau “cis” dan tidak memenuhi pang-gilan orang tua.
[3]. Membentak atau menghardik orang tua.
[4]. Bakhil atau kikir, tidak mengurus orang tuanya, bahkan lebih mementingkan yang lain daripada mengurus orang tuanya, padahal orang tuanya sangat membutuhkan. Seandainya memberi nafkah pun, dilakukan dengan penuh perhitungan.
[5]. Bermuka masam dan cemberut di hadapan orang tua, merendahkan orang tua, mengatakan bodoh, “kolot”, dan lain-lain.
[6]. Menyuruh orang tua, misalnya menyapu, mencuci atau menyiapkan makanan. Pekerjaan tersebut sangat tidak pantas bagi orang tua, terutama jika mereka sudah tua dan lemah. Tetapi, jika si ibu melakukan pekerjaan tersebut dengan kemauannya sendiri, maka tidaklah mengapa, dan karena itu seorang anak harus berterima kasih dan membantu orang tua.
[7]. Menyebut kejelekan orang tua di hadapan orang banyak atau mencemarkan nama baik orang tua.
[8]. Memasukkan kemungkaran ke dalam rumah, misalnya alat musik, mengisap rokok, dan lain-lain.
[9]. Lebih mentaati isteri daripada kedua orang tua. Bahkan ada sebagian orang yang tega mengusir ibunya demi menuruti kemauan isterinya.
Nas-alullaahas salaamah wal ‘aafiyah
[10]. Malu mengakui orang tuanya. Sebagian orang merasa malu dengan keberadaan orang tua dan tempat tinggal ketika status sosialnya meningkat. Tidak diragukan lagi, sikap semacam itu adalah sikap yang sangat tercela, bahkan termasuk kedurhakaan yang keji dan nista.

BENTUK-BENTUK BERBAKTI KEPADA ORANG TUA
[1]. Bergaul bersama keduanya dengan cara yang baik. Di dalam hadits Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam disebutkan bahwa memberi kegembiraan kepada seseorang mukmin termasuk shadaqah, lebih utama lagi kalau memberi kegembiraan kepada orang tua kita

[2]. Berkata kepada keduanya dengan perkataan yang lemah lembut. Hendaknya dibedakan adab ber-bicara antara kepada kedua orang tua dengan ke-pada anak, teman atau dengan yang lain. Berbicara dengan perkataan yang mulia kepada kedua orang tua.

[3]. Tawadhu’ (rendah hati). Tidak boleh kibr (som-bong) apabila sudah meraih sukses atau memenuhi jabatan di dunia, karena sewaktu lahir, kita berada dalam keadaan hina dan membutuhkan pertolongan, kita diberi makan, minum, dan pakaian oleh orang tua.

[4]. Memberi infaq (shadaqah) kepada kedua orang tua, karena pada hakikatnya semua harta kita adalah milik orang tua. Oleh karena itu berikanlah harta itu kepada kedua orang tua, baik ketika mereka minta ataupun tidak.

[5 ]. Mendo’akan kedua orang tua. Di antaranya dengan do’a berikut:
“Wahai Rabb-ku, kasihilah keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidikku sewaktu kecil.”

Seandainya orang tua masih berbuat syirik serta bid’ah, kita tetap harus berlaku lemah lembut kepada keduanya, dengan harapan agar keduanya kembali kepada Tauhid dan Sunnah. Bagaimana pun, syirik dan bid’ah adalah sebesar-besar kemungkaran, maka kita harus mencegahnya semampu kita dengan dasar ilmu, lemah lembut dan kesabaran. Sambil terus berdo’a siang dan malam agar orang tua kita diberi petunjuk ke jalan yang benar.

APABILA KEDUA ORANG TUA TELAH MENINGGAL
Maka yang harus kita lakukan adalah:
[1]. Meminta ampun kepada Allah ‘Azza wa Jalla dengan taubat nashuha (jujur) bila kita pernah berbuat dur-haka kepada keduanya di waktu mereka masih hidup.
[2]. Menshalatkannya dan mengantarkan jenazahnya ke kubur.
[3]. Selalu memintakan ampunan untuk keduanya.
[4]. Membayarkan hutang-hutangnya.
[5]. Melaksanakan wasiat sesuai dengan syari’at.
[6]. Menyambung silaturrahim kepada orang yang keduanya juga pernah menyambungnya.

Semoga dengan memahami dan mengamalkan nilai-nilai Islam tersebut, kita dimudahkan oleh Allah ‘Azza wa Jalla dalam mewujudkan keluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah. Aamiin.

[Disalin dari buku Bingkisan Istimewa Menuju Keluarga Sakinah, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Putaka A-Taqwa Bogor - Jawa Barat, Cet Ke II Dzul Qa'dah 1427H/Desember 2006]
__________
Foote Note
[1]. Ibnu sabil ialah orang yang dalam perjalanan yang bukan maksiat yang kehabisan bekal. Termasuk juga anak yang tidak diketahui ibu-bapaknya.
[2]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 527), Muslim dalam Kitabul Iman (no. 85), an-Nasa-i (I/292-293), at-Tirmidzi (no. 173), ad-Darimi (I/278), Ahmad (I/351, 409, 410, 439).
[3]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam Adabul Mufrad (no. 2), Ibnu Hibban (no. 2026 al-Mawaarid), at-Tirmidzi (no. 1899), al-Hakim (IV/151-152), ia menshahihkan atas syarat Muslim dan adz-Dzahabi menyetujuinya. Syaikh al-Albani rahimahullaah mengatakan hadits ini sebagaimana yang dikatakan oleh mereka berdua (al-Hakim dan adz-Dzahabi). Lihat Shahiih Adabul Mufrad (no. 2).
[4]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 2272), Fathul Baari (IV/449), Muslim (no. 2743), dari Shahabat ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallaahu ‘anhuma.
[5]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 5985, 5986), Muslim (no. 2557), Abu Dawud (no. 1693), dari Shahabat Anas bin Malik radhiyallaahu ‘anhu.

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | cheap international calls