Subhanallah Maha Suci
Allah, Kumandang Zikirullah kalimat tauhid Mu kembali bergema di surau langgar lingkungan
tempat tinggalku.
Mungkin kita pernah mendengar
keutamaan mengucapkan laa Ilaaha Illallah. Sebab, itu kalimat yang paling baik
sebagaimana disebutkan dalam suatu hadits. Perbuatan mengucapkan laa ilaaha
illallah dalam bahasa Arab disebut Tahlil. Kalau ke indonesia biasanya ditambah
imbuhan an menjadi tahlilan. Sebagaimana khitan kalau ke indonesia ditambah
imbuhan an menjadi khitanan.
Nah, kalau maksud tahlilan adalah seperti yang sudah disebutkan,
maka tentu saja tidak ada yang meragukan keutamaannya. Karena siapa yang
memperbanyak mengucapkan kalimat tauhid tentu terpuji.
Namun, jika maksud dari tahlilan adalah upacaranya yang dikaitkan
dengan tujuh hari kematian, atau empat puluh hari atau seratus hari dan
sebagainya, bagaimana hukumnya? Yaa Allah seharian puasa di bulan Ramadhan,
Sholat Fardhu 5 waktu, sholat sunah Tarawih, menjaga hati dengan melaksanakan
hak Allah di diri.
Ingatkan Inabah Abah Anom talqin akan kalimat ‘Laa
Illaha Illallah’ terhadap setiap Santrinya di masjid. Sosok Mursyid yang arif
lepas muridnya untuk menjajaki Maqamat dengan instrumentasi ritme lantunan
kalimat tauhid yang maha dahysat. Tegarkan santrinya secara Arif dengan modal
Mahabah untuk menjajaki Hallikhwal. “Alhamdulillah menangis lagi seraya
zikirullah di malam ke 23 bulan Ramadhan kendati sedikit. Semoga Allah selalu
jadikan kami sasaran kasih sayangnya dan merontokan hati yang beku dan keras
seperti batu ini”.
Yaa Allah sungguh
mulianya umat dan hambamu yang meninggal dunia dibulan mulia ini. Akhirlah
kehidupan kami seperti mereka yang berhasil menjalani kehidupan dan berakhir
khusnul khatimah. Dan jadikanlah sisa hidup kami untuk dapat dan tetap taat
ingat terhadap Allahu Rabbi. Ampunilah kami yang lalai ini...Tobat dengan
harapan terbentang maghfirah dari Mu Illahi yang maha pengampun, kasih, dan
sayang.
Yaa Allah Mudahkanlah Hidup dan
Matiku
"Sesungguhnya
Allah suka kalau keringanan-keringanan-Nya dimanfaatkan, sebagaimana Dia benci
kalau kemaksiatan terhadap perintah-perintahNya dilakukan" (HR. Ahmad,
dari Ibn ‘Umar ra.)
“Allah menghendaki kemudahan bagi kamu dan tidak menghendaki
kesukaran bagimu” (QS. 2:185).
Islam agama yang sesuai dengan fitrah manusia. Karenanya,
seluruh ajaran Islam dapat dilaksanakan oleh manusia, sebagaimana diamalkan
dengan baik oleh Rasulullah Saw, para sahahat, tabi’in, salafus saleh, dan
orang-orang saleh hingga kini.
Pada da’i atau ulama pun hendaknya menunjukkan kemudahan itu,
bukan malah menjadikan ajaran Islam terasa sulit diamalkan. Proses, tahapan, dan
prioritas amal dalam Islam harus disosialisaikan (didakwahkan) kepada umat.
Islam hadir bukan untuk membuat susah manusia, justru mempermudah
hidup dan kehidupannya.
“Sesungguhnya Allah Swt. tidak mengutusku untuk
mempersulit atau memperberat, melainkan sebagai seorang pengajar yang
memudahkan” (HR. Muslim).
Sebagaimana layaknya "petunjuk jalan", Islam
memudahkan manusia untuk menuju kebahagiaan dunia dan akhirat. Jika manusia
merasa susah dalam hidupnya, bisa dipastikan, karena ia tidak mematuhi petunjuk
Islam. Yang menjadikan Islam terasa berat dan susah adalah diri kita sendiri,
lebih tegasnya hawa nafsu kita.
Dalam sejumlah firman-Nya, Allah Swt menegaskan, Islam tidak
dimaksudkan untuk menyusahkan atau memberatkan manusia.
"Dan sesungguhnya Kami memudahkan Al-Quran untuk pelajaran,
maka adakah yang mengambil pelajaran?” (QS. 54:17).
"Kami tidak menurunkan Al-Qur'an ini kepada kamu supaya kamu
menjadi susah" (QS. 20:2).
“Allah menghendaki kemudahan bagi kamu, dan tidak menghendaki
kesukaran bagimu” (QS. 2:185)
Ayat-ayat di atas dengan jelas mengatakan, kesusahan, kepayahan,
kesukaran, dan kesengsaraan bukanlah konsep yang dianjurkan Islam (Al-Quran).
Islam adalah untuk kemudahan dan kebahagiaan manusia.
“Dan siapa yang berbuat kebaikan, lelaki atau perempuan dan dia
mukmin, sungguh Kami akan menghidupkan dia dengan kehidupan yang baik” (QS.
16:97)
Dalam prinsip Islam, semua perintah, tanggungjawab, dan beban
adalah dibuat dan dilaksanakan sesuai dengan kemampuan manusia. Allah Swt tidak
akan membebani hamba-Nya melainkan disesuaikan dengan kemampuan manusia.
“Allah tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai dengan
kesanggupannya...” (QS. Al-Baqarah:286).
Imam Ibn Qayyim menyatakan, “Hakikat ajaran Islam semuanya
mengandung rahmah dan hikmah. Kalau ada yang keluar dari makna rahmah menjadi
kekerasan atau keluar dari makna hikmah menjadi kesia-siaan, berarti itu bukan
termasuk ajaran Islam. Kalaupun dimasukkan oleh sebagian orang, maka itu adalah
kesalahkaprahan.”