Oleh Nasrullah.
Beberapa hall (Keadaan) yang diperbolehkan bagi orang yang
melaksanakan i’tikaf di Masjid dan bermaksud keluar dari tempat i’tikaf-nya.
Pertama, Ada hajat kebutuhan yang sangat mendesak dan tidak bisa ditunda lagi seperti halnya buang hajat, “Seluruh Ulama
sepakat bahwa seseorang yang sedang melaksanakan i’tikaf di Masjid,
diperbolehkan keluar dari tempat i’tikaf untuk buang air besar maupun kecil,
karena hal itu tidak mungkin dilakukan di dalam masjid dan tak dapat ditunda
bagi seseorang yang sedang berhajat” (Red.Ibnu Mundzir).
Selain buang hajat, kebutuhan yang tak dapat ditunda yakni makan
dan minum pada saat sahur dan berbuka puasa. Sebagaimana penuturan Ibunda
Aisyah berkata, “Jika Rasulullah SAW beri’tikaf, beliau menjulurkan kepalanya
kepadaku, lalu aku menyisir rambut beliau. Beliau tak masuk ke rumah, kecuali
untuk memenuhi kebutuhan manusiawi.” (HR Bukhari-Muslim).
Menyisir rambut dan mengguntingnya, memotong kuku, membersihkan
tubuh dari debu dan kotoran, memakai pakaian yang bagus, dan memakai minyak
minyak wangi.
Artinya Makan, minum, dan tidur di dalam masjid diperbolehkan
saat beri’tikaf di masjid, syaratnya tetap menjaga kebersihan masjid.
Selain itu juga diperbolehkan bagi seseorang yang sedang i’tikaf
keluar untuk menyalami sanak keluarga yang hendak berpergian. Menurut Sayyid
Sabiq, “orang yang i’tikaf boleh keluar dari tempat i’tikaf untuk mengucapkan
selamat jalan kepada keluarganya yang hendak bepergian”.
I’tikaf dan
Khalwat (Menyepikan Diri)
Dalam I’tikaf hendaknya selalu diisi dengan berbagai ibadah
kepada Allah SWT. Atau dengan menyepikan diri Khalwat terhadap segala sesuatu
dan memfokuskan diri terhadap Allah dan melepaskan segala sesuatu kecuali
Allah.SWT, mengingat-nya baik ketika berbaring, duduk, berdiri dengan ingat
Allah sebanyak-banyaknya baik dikala siang dan malam. Lidah selalu basah dengan
lantunan zikir baik itu tasbih, hamdalah maupun tahlil, dan memutuskan diri
dengan seluruh kemampuan yang dimiliki (red.tiada daya dan upaya melainkan atas
pertolongan Allah) dengan berserah diri dan berusaha menjadi tempat persinggahan
Allah.SWT semata.
“Persinggahan Allah.SWT yang berarti bahwa segala bentuk amal
kebaikan itu berasal dari Allah dan kembali kepada Allah, kita hanya tempat
persinggahannya, karena Allah-lah jualah yang memberikan hidayah kepada kita
untuk bisa ingat (zikir) pada Allah dan mendekat kepadanya melalui tingkatan
Maqamat atau Hallikhwal”. Bersandar selalu kepada Allah seraya berharap selalu
dalam curahan cahaya kasih sayang Allah melalui cahaya nabi Muhammad.SAW.
Syekh Abd al-Qadir
berkata :
Dalam gua Hira, dimana
Nabi SAW. ber-khalwat, cahaya mamancar, fajar menyingsing, dan matahari terbit.
Gemerlap pertama cahaya cahaya Islam telah menyambar. Tak pernah Nabi SAW
meninggalkan khalwatnya, bahkan setelah meninggalkan Gua Hira. “Sepanjang
hidupnya beliau SAW meneruskan latihan khalwat (‘itikaf) nya terutama selama sepuluh hari
terakhir bulan Ramadhan”.
Ini memperagakan
bahwa sepanjang hidupnya, Nabi SAW meneruskan
khalwatnya secara tetap. Tentu saja tugas maha berat menyampaikan Risalah Allah
kepada ummat manusia dan membangun masyarakat beriman.
Nabi s.a.w.
melalui khalwatnya dalam Gua Hira, diangkat kepada maqam di mana beliau s.a.w.
menerima wahyu. Dalam khalwatnya buah pertamanya adalah mimpi yang benar, dan
dari maqam ini beliau s.a.w. diangkat pada Malam Mi’raj, sampai beliau mencapai
Hadhirat Ilahiah ke maqam “dua busur jaraknya atau lebih dekat.” (53:9)
Demikian juga,
khalwat (menyepi) dalam Sunnah. Bukhari melaporkan bahwa Aisha r.a. mengatakan :
Nabi s.a.w.
senang sekali berkhalwat (menyepikan dirinya). Beliau s.a.w. berkhalwat
(menyepikan diri). Dalam Gua Hira.
Mengungkapkan
kisah tentang Shahabat Gua (Kahfi), Allah bersabda dalam al Qur’an bahwa mereka
diperintahkan :
Pergilah kalian
ke Gua itu : Tuhanmu akan mengguyur mu dengan Rahmat Nya mengatur urusanmu
menuju kemudahan. (18:16)
Terdapat amalan-amalan yang mustahab dalam i’tikaf atau
berkalwat seperti
1. Shalat. Mengerjakan shalat fardhu (wajib) maupun sunah saat
i’tikaf amat dianjurkan. Sebab, shalat merupakan seutama-utamanya ibadah dan
paling besar pahalanya. “Shalat merupakan hubungan langsung antara dua pihak,
yakni seorang hamba dengan Allah.SWT. Terlebih, shalat adalah tiang agama dan rukun
Islam yang paling utama,” kata Al-Kubaisi.
2. Memperbanyak membaca Alquran.
Dengan membaca Alquran hati akan menjadi tenang dan jiwa menjadi
tentram. Terlebih, pahala membaca Alquran juga amat besar. Orang banyak membaca
Alquran mandapat jaminan untuk mendapatkan syafaat di hari akhir kelak.
Rasulullah SAW bersabda, “Bacalah oleh kalian Alquran. Karena sesungguhnya
Alquran itu akan datang menghampiri kalian di hari kiamat sebagai syafaat.” (HR
Muslim).
3. Memperbanyak Zikir. Orang yang i’tikaf dianjurkan untuk
memperbanyak zikir. Tentu saja, yang diutamakan adalah amalan-amalan yang
disyariatkan dan dicontohkan oleh Rasulullah SAW, seperti: bertasbih, tahmid,
tahlil, istighfar, dan sebagainya.
Menurut para ulama, zikir merupakan salah satu ibadah khusus untuk
bertaqarub kepada Allah SWT. Sesungguhnya, menyibukkan diri saat i’tikaf dengan
berzikir akan mendapat pahala yang besar.
Allah SWT berfirman, “Karena itu ingatlah kamu kepada-Ku,
niscaya Aku akan ingat kepadamu; bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu
mengingkari nikmat-Ku.” (QS Al-Baqarah [2]: 152).
4. Bershalawat. Amalan lainnya yang dianjurkan bagi orang yang
beri’tikaf adalah memperbanyak shalawat kepada Rasulullah SAW. Allah SWT telah
memerintahkan kepada kita untuk bershalawat kepada Nabi Muhammad SAW.
Bershalawat menjadi salah satu sebab turunnya rahmat Allah SWT. Rasulullah SAW
bersabda, ‘’Siapa saja yang bershalawat kepadaku sekali, maka Allah memberinya
rahmat sepuluh.’’ (HR Muslim).
5. Mengurangi hubungan dengan orang banyak. Pada saat i’tikaf
dianjurkan untuk mengurangi hubungan dengan orang banyak (berkalwat). Bahkan,
kata para ulama, lebih disukai, jika i’tikaf telah selesai, kita berdiam diri
pada malam menjelang Idul Fitri. Kemudian, keesokan harinya keluar dari masjid
tempat i’tikaf menuju tempat shalat Idul Fitri. Dengan demikian, kita telah
menyambung dari satu ibadah ke ibadah yang lainnya.
Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa bangun (untuk beribadah)
pada dua malam Ied dengan mengharapkan pahala dari Allah, maka Allah tidak akan
mematikan hatinya pada saat dimatikannya semua hati.”
No comments:
Post a Comment