Tuesday 27 September 2011

Cinta Orang Tua Karena Allah

Banyak jalan menuju Roma, demikian pepatah mengatakan. Terdapat banyak cara bagi seorang hamba untuk mendapatkan keridhoan Allah.SWT. Diantaranya adalah Birrul Waalidain. Banyak hamba-hamba pilihan Allah Ta’ala yang memperoleh kebahagiaan dan kesenangan dari Allah.SWT berupa kebaikannya terhadap kedua orang tua. Menjaga hak keduanya dan memperhatikan apapun untuk menyenangkan keduanya. Taat pada perintah mereka, selagi tidak bertentangan dengan agama atau syariat.

Satu contoh yang sangat jelas adalah Uwais Al Qarani. Seorang Tabi’i. yang mulia lagi agung. Mencapai maqam yang tinggi karena dia berbakti kepada ibunya yang sudah tua. Dan Rasulullah SAWsendiri telah memproklamirkan kemuliaannya di hadapan para sahabat. Uwais Al Qarani sebenarnya hidup satu zaman dengan Rasulullah SAW, tetapi dia tinggal di Qaran, Yaman. Setiap kali hendak berangkat ke Madinah untuk berjumpa Nabi SAW, ibunya melarang karena dia akan kesepian dan sendiri tanpa Uwais di sampingnya. Akhirnya Uwais mengurungkan niatnya. Begitulah berkali-kali dia tidak diizinkan meninggalkan sang ibu. Sampai akhirnya Nabi Muhammad SAW meninggalkan umat. Diapun tidak sempat bertemu dengan Rasulullah, maka dia bukan sahabat tapi seorang Tabi’i.

Dalam Al Quran al Karim Allah SWT berfirman (yang artinya):

“Dan sembahlah Allah dan jangan pula
kalian menyekutukan-Nya dengan sesuatu, dan kepada kedua orang tua berbuatlah
baik”. (QS. An Nisaa’ 36)
Ayat diatas sudah jelas menunjukkan
betapa Allah Ta’ala mewajibkan kepada kita agar selalu menjaga hak-hak kedua
orang tua. Pada ayat ini Allah menggandeng antara perintah untuk beribadah
kepada Allah semata dengan perintah berbakti kepada orang tua. Tentu hal ini
adalah besar arti dan maksud yang terkandung didalamnya.
Berbakti kepada orang tua yang
dimaksud adalah mencakup banyak hal. Membantu keduanya dalam pekerjaannya,
membuat mereka selalu senang dan berseri dengan keberadaan kita, menjaga harga
diri mereka, menutupi aib keduanya dan mendoakan keduanya, ini semua adalah
termasuk kategori berbakti kepada orang tua (Birrul Waalidain).
Sebaliknya, Allah mengancam dan
memberikan peringatan keras dalam Al Quran maupun melalui lisan Rasulullah SAW
terhadap orang-orang yang durhaka pada keduanya dan menyedihkan (menyusahkan)
mereka.

Bukankah kita sering mendengar firman
Allah Ta’ala yang melarang kita mengatakan “Uff/ Ah” kepada orang tua. Lalu
bagaimana dengan menghardik atau memukul mereka yang akhir-akhir ini banyak
dilakukan oleh anak-anak yang tidak beradab dan tidak punya akhlak mulia.
Bukankah kita sadar dan ingat
bagaimana keduanya menjaga kita ketika kita masih kecil, mereka mengorbankan
harta, kekuatan dan diri mereka demi kita, bahkan ketika kita beranjak dewasa,
mereka pula yang sibuk untuk mendidik dan mengajarkan apa-apa yang bermanfaat
untuk kebahagiaan kita. Allah SWT menyifati kasih sayang seorang ibu yang tanpa
pamrih itu pada firman-Nya (yang artinya):
“Dan telah Kami wasiatkan kepada
manusia (agar dia berbakti) pada kedua orang tuanya, ibunya telah mengandungnya
dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun,
bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu, hanya kepada-Kulah
kembalimu”. (QS. Luqman 14)
Lihatlah, bahwa ibu telah mengandung
anaknya dengan susah payah dan lemah. Belum lagi rasa sakit yang dideritanya.
Dua tahun lamanya dia menyusui anaknya lalu setelah itu disapihnya. Maka di
akhir ayat ini Allah memerintahkan agar kita bersyukur kepada Allah, karena Dia
telah menggerakkan hati si ibu agar rahmat atau kasihan pada anaknya. Dan yang
kedua adalah bersyukur atau berterima kasih kepada kedua orang tua yang telah
mengasuh anaknya.
Nah, kita sudah tahu bahwa cara untuk
bersyukur kepada orang tua adalah berbakti kepadanya. Berusaha untuk membuat
keduanya selalu tersenyum dan bahagia. Suatu ketika datang seorang sahabat
kepada Rasulullah SAW untuk meminta izin ikut jihad di jalan Allah.
Rasulullah SAW bertanya: “Bagaimana
keadaan orang tuamu ketika kamu keluar untuk berjihad?”, dia menjawab: “Ibu
saya menangis wahai Rasulullah”.
Mendengar jawaban ini beliau SAW
memerintahkan anak tersebut untuk kembali kerumahnya sembari bersabda:
“Kembalilah kepada ibumu, berjihadlah dengan cara berbakti kepadanya, buat dia
tertawa atau tersenyum sebagaimana kamu telah membuatnya menangis !”.
Dalam riwayat Abu Dawud dari Abu Sa’id
Al Khudri disebutkan, ada seorang pemuda dari Yaman datang kepada Rasulullah
untuk ikut berjihad. Rasulullah SAW bersabda: “Apakah kamu punya keluarga di
Yaman?”, dia menjawab, “kedua orang tuaku”, beliau saw bersabda: “Apakah mereka
berdua telah mengizinkan engkau?”, dia menjawab, “Tidak”, sabda beliau
selanjutnya, “Pulanglah kepada mereka berdua, mintalah izin, jika mereka
mengizinkan berangkatlah berjihad, jika tidak maka cukuplah kamu berbakti
kepada keduanya”.
Inilah tarbiyah atau pendidikan yang
diajarkan oleh Rasulullah SAW, setiap anak harus dapat menyenangkan kedua
orangtuanya. Karena dengan berbakti kepada keduanya, maka ridho Allah akan
datang kepadanya, sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah SAW (yang artinya):
“Ridho Allah terletak pada keridhoan kedua
orang tua dan murka Allah terletak pada kemurkaan kedua orang tua” (HR. At
Tirmidzi)
Ketika kita berbakti kepada orang tua
maka pada saat yang sama Allah memandang kita dengan pandangan Rahmat dan
keridhoan-Nya. Artinya bahwa jika Allah telah ridho kepada kita maka surga
menjadi tempat kembali kita. Bukankah pernah diterangkan bahwa “Surga berada di
bawah telapak kaki ibu”.
Suatu ketika datang seorang anak
kepada Rasulullah bertanya tentang apa yang harus dia lakukan untuk orang
tuanya. Beliau SAW menjawab dengan jawaban yang singkat, sabdanya: “Orang tuamu
adalah surgamu atau nerakamu”.
Maksudnya adalah, jika kamu berbakti
dan berbuat baik kepadanya, maka dengan sebab itu kamu masuk ke dalam surga,
tapi sebaliknya jika kamu mendurhakai keduanya atau menyusahkannya maka
lantaran perbuatanmu itu kamu akan masuk neraka.
Abdullah bin Mas’ud RA bertanya kepada
Rasulullah SAW: “Amal apakah yang paling Allah cintai?”, beliau saw menjawab:
“Sholat pada awal waktunya”, Abdullah bertanya, “Kemudian apa lagi?”, beliau
saw menjawab, “Birrul Waalidain (berbakti kepada kedua orang tua)”, dia
bertanya lagi, “kemudian apa?”, beliau saw menjawab: “Jihad di jalan Allah”.
(HR. Bukhori dan Muslim)
Jelaslah buat kita betapa penting
berbakti kepada orang tua. Bahkan Allah SWT memberikan kesempatan atau jalan
kepada anak yang ditinggal mati oleh orang tuanya, untuk dapat berbakti kepada
keduanya sekalipun mereka sudah menjadi ahli kubur. Bagaimana caranya?.
Diriwayatkan bahwa seorang sahabat
dari Bani Salamah bertanya kepada Rasulullah SAW, “Ya Rasulullah, apakah ada
kesempatan untuk aku berbakti kepada ayah bundaku, setelah mereka meninggal
dunia?”, Beliau saw menjawab, “Ya, kamu mendoakan keduanya, memintakan ampun
untuk keduanya, menjalankan janji keduanya, menyambung tali kekeluargaan yang
tidak terhubung kecuali dengan keduanya dan memuliakan (menghormati) kawan
keduanya” (HR. Ahmad, Abu Dawud dan Ibnu Majah dari Malik bin Rabi’ah As
Saa’idi).
Banyak hadits yang menjelaskan
fadhilah (keutamaan) Birrul Waalidain. Diantaranya adalah hadits yang
diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hambal dari Anas bin Malik, Rasulullah SAW
bersabda (yang artinya):
“Barang siapa ingin dipanjangkan
umurnya (diberi keberkahan) dan diluaskan rezekinya, maka muliakan kedua orang
tuanya (berbakti kepadanya) dan sambunglah kekerabatan (silaturrahmi)”.
Dalam riwayat yang lain disebutkan,
Rasulullah SAW bersabda (yang artinya):
“Berbaktilah pada orang tua kalian,
niscaya kelak anak-anak kalian akan berbakti kepada kalian, bersikaplah ‘iffah
(menjaga kehormatan diri), maka isteri-isteri kalian pun akan bersikap ‘Iffah”
(HR. Ath Thabarani dari Abdullah bin Umar RA).
Banyak sekali tauladan untuk kita,
bagaimana berbaktinya para pendahulu (salafush Sholeh) kepada orang tuanya
sehingga mereka diangkat kedudukannya oleh Allah SWT. Diriwayatkan bahwa Imam
Ali Zainal Abidin adalah anak yang sangat berbakti kepada ibunya, tetapi beliau
tidak pernah terlihat makan bersama ibunya itu. Ketika ditanya alasannya,
beliau menjawab:
“Aku khawatir tanganku kedahuluan
untuk mengambil makanan yang terhidangkan, sedangkan mata ibuku lebih dahulu
memandang makanan itu (dan berhasrat untuk memakannya), maka jika itu terjadi,
aku telah durhaka kepadanya”.
Hak yang harus dilaksanakan oleh anak terhadap ibu dan ayah ada sepuluh iaitu:
• Jika orang tua berhajat kepada makan harus diberi makan
• Jika berhajat pada pakaian harus diberi pakaian. Rasulullah s.a.w. ketika menerangkan ayat (Yang berbunyi): "Wa sha hib huma fiddunnya ma'rufa. (Yang bermaksud): "Bantulah kedua orang tua didunia dengan baik, yakni supaya diberi makan jika lapar dan pakaian jika tidak berpakaian.
• Jika berhajat bantuan harus dibantu
• Menyambut panggilannya
• Mentaati semua perintahnya asalakn tidak menyuruh berbuat maksiat dan ghibah (Kasari orang)
• Jika berbicara kepada keduanya harus lunak, lemah lembut dan sopan
• Tidak boleh memanggil nama kecilnya (Jambal/ gelaran)
• Jika berjalan harus dibelakangnya
• Suka untuk orang tuanya apa yang ia suka bagi dirinya sendiri, dan membenci bagi keduanya apa yang tidak suka bagi dirinya sendiri
• Mendoakan keduanya supaya mendapat pengampunan Allah s.w.t. dan rahmatNya Sebagaimana doa Nabi Nuh a.s. dan Nabi Ibrahim a.s. (Yang berbunyi): "Robbigh fir li waliwalidayya robbanagh fir li waliwalidayya wa lil muminin wal mu'minati yauma yaqumul hisab. (Yang bermaksud): "Ya Tuhan kami, ampunkan kami dan kedua ibu bapa kami dan semua kaum muslimin pada hari perhintungan hisab/hari kiamat.
Seorang sahabat berkata: "Tidak suka mendoakan kedua orang tua itu mungkin menyebabkan kesulitan penghidupan anak." "Dan apakah mungkin memuaskan orang tua yang telah mati?" beliau ditanya. Jawabnya: " Ya, dengan tiga macam iaitu:
• Dia sendiri menjadi orang soleh sebab menyenangkan kedua orang tuanya
• Menghubungi keluarga dan sahabat-sahabat kedua orang tuanya
• Membaca istighfar dan mendoakan serta bersedekah untuk kedua orang tuanya itu.
Al-Ala' bin Abdirrahman dari ayahnya dari Abuhurairah r.a. berkata Nabi Muhammad s.a.w. bersabda: " Jika mati anak Adam putus (terhenti) semua amal perbuatan (kegiatannya), kecuali tiga macam iaitu:
• Sedekah jariah yang berjalan terus (wakaf-wakarnya)
• Ilmu yang berguna (yang diajarkan sehingga orang-orang melakukan ajarannya)
• Anak yang soleh yang selalu mendoakan pengampunan untuknya

Nabi Muhammad s.a.w. bersabda: " Jangan memutus hubungan pada orang yang dahulu kawan baik pada orang tuamu, nescaya akan padam nur cahayamu." Seorang dari suku Bani Saliman datang kepada Rasulullah s.a.w. dan bertanya: "Kedua orang tuaku telah mati, apakah ada jalan untuk berbakti pada keduanya sesudah mati itu?" Jawab Nabi muhammad s.a.w.: "Ya, membaca istighfar untuk keduanya dan melaksanakan wasiat keduanya dan menghormati sahabat-sahabat keduanya dan menghubungi keluarga dari keduanya."

No comments:

Post a Comment

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | cheap international calls