Thursday 9 July 2015

Keutamaan Ucapkan Kalimat Tauhid Laa Illaha Illallah



      Subhanallah Maha Suci Allah, Kumandang Zikirullah kalimat tauhid Mu kembali bergema di surau langgar lingkungan tempat tinggalku.
Mungkin kita pernah mendengar keutamaan mengucapkan laa Ilaaha Illallah. Sebab, itu kalimat yang paling baik sebagaimana disebutkan dalam suatu hadits. Perbuatan mengucapkan laa ilaaha illallah dalam bahasa Arab disebut Tahlil. Kalau ke indonesia biasanya ditambah imbuhan an menjadi tahlilan. Sebagaimana khitan kalau ke indonesia ditambah imbuhan an menjadi khitanan.
Nah, kalau maksud tahlilan adalah seperti yang sudah disebutkan, maka tentu saja tidak ada yang meragukan keutamaannya. Karena siapa yang memperbanyak mengucapkan kalimat tauhid tentu terpuji.
Namun, jika maksud dari tahlilan adalah upacaranya yang dikaitkan dengan tujuh hari kematian, atau empat puluh hari atau seratus hari dan sebagainya, bagaimana hukumnya? Yaa Allah seharian puasa di bulan Ramadhan, Sholat Fardhu 5 waktu, sholat sunah Tarawih, menjaga hati dengan melaksanakan hak Allah di diri.
Ingatkan  Inabah Abah Anom talqin akan kalimat ‘Laa Illaha Illallah’ terhadap setiap Santrinya di masjid. Sosok Mursyid yang arif lepas muridnya untuk menjajaki Maqamat dengan instrumentasi ritme lantunan kalimat tauhid yang maha dahysat. Tegarkan santrinya secara Arif dengan modal Mahabah untuk menjajaki Hallikhwal. “Alhamdulillah menangis lagi seraya zikirullah di malam ke 23 bulan Ramadhan kendati sedikit. Semoga Allah selalu jadikan kami sasaran kasih sayangnya dan merontokan hati yang beku dan keras seperti batu ini”.
      Yaa Allah sungguh mulianya umat dan hambamu yang meninggal dunia dibulan mulia ini. Akhirlah kehidupan kami seperti mereka yang berhasil menjalani kehidupan dan berakhir khusnul khatimah. Dan jadikanlah sisa hidup kami untuk dapat dan tetap taat ingat terhadap Allahu Rabbi. Ampunilah kami yang lalai ini...Tobat dengan harapan terbentang maghfirah dari Mu Illahi yang maha pengampun, kasih, dan sayang.

      Yaa Allah Mudahkanlah Hidup dan Matiku

      "Sesungguhnya Allah suka kalau keringanan-keringanan-Nya dimanfaatkan, sebagaimana Dia benci kalau kemaksiatan terhadap perintah-perintahNya dilakukan" (HR. Ahmad, dari Ibn ‘Umar ra.)
“Allah menghendaki kemudahan bagi kamu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu” (QS. 2:185).
Islam agama yang sesuai dengan fitrah manusia. Karenanya, seluruh ajaran Islam dapat dilaksanakan oleh manusia, sebagaimana diamalkan dengan baik oleh Rasulullah Saw, para sahahat, tabi’in, salafus saleh, dan orang-orang saleh hingga kini.
Pada da’i atau ulama pun hendaknya menunjukkan kemudahan itu, bukan malah menjadikan ajaran Islam terasa sulit diamalkan. Proses, tahapan, dan prioritas amal dalam Islam harus disosialisaikan (didakwahkan) kepada umat.
Islam hadir bukan untuk membuat susah manusia, justru mempermudah hidup dan kehidupannya.
 “Sesungguhnya Allah Swt. tidak mengutusku untuk mempersulit atau memperberat, melainkan sebagai seorang pengajar yang memudahkan” (HR. Muslim).
Sebagaimana layaknya "petunjuk jalan", Islam memudahkan manusia untuk menuju kebahagiaan dunia dan akhirat. Jika manusia merasa susah dalam hidupnya, bisa dipastikan, karena ia tidak mematuhi petunjuk Islam. Yang menjadikan Islam terasa berat dan susah adalah diri kita sendiri, lebih tegasnya hawa nafsu kita.
Dalam sejumlah firman-Nya, Allah Swt menegaskan, Islam tidak dimaksudkan untuk menyusahkan atau memberatkan manusia.
"Dan sesungguhnya Kami memudahkan Al-Quran untuk pelajaran, maka adakah yang mengambil pelajaran?” (QS. 54:17).
"Kami tidak menurunkan Al-Qur'an ini kepada kamu supaya kamu menjadi susah" (QS. 20:2).
“Allah menghendaki kemudahan bagi kamu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu” (QS. 2:185)
Ayat-ayat di atas dengan jelas mengatakan, kesusahan, kepayahan, kesukaran, dan kesengsaraan bukanlah konsep yang dianjurkan Islam (Al-Quran). Islam adalah untuk kemudahan dan kebahagiaan manusia.
“Dan siapa yang berbuat kebaikan, lelaki atau perempuan dan dia mukmin, sungguh Kami akan menghidupkan dia dengan kehidupan yang baik” (QS. 16:97)
Dalam prinsip Islam, semua perintah, tanggungjawab, dan beban adalah dibuat dan dilaksanakan sesuai dengan kemampuan manusia. Allah Swt tidak akan membebani hamba-Nya melainkan disesuaikan dengan kemampuan manusia.

“Allah tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya...” (QS. Al-Baqarah:286).
Imam Ibn Qayyim menyatakan, “Hakikat ajaran Islam semuanya mengandung rahmah dan hikmah. Kalau ada yang keluar dari makna rahmah menjadi kekerasan atau keluar dari makna hikmah menjadi kesia-siaan, berarti itu bukan termasuk ajaran Islam. Kalaupun dimasukkan oleh sebagian orang, maka itu adalah kesalahkaprahan.”


 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | cheap international calls